Rabu, 28 Oktober 2009

teori vroom, fiedler, & path goal

TUGAS PSIKOLOGI MANAJEMEN

“LEADERSHIP”

“TEORI VROOM,FIEDLER, & PATH GOAL”

NAMA KELOMPOK

AGENG RIYADI 10507006

ARDANI 10507022

M. ABRIANTO 10507290

PANJI AGUNG 10507277

1. Teori Kepemimpinan Vroom & Yetton

Teori kepemimpinan Vroom&Yetton disebut juga Teori Normatif (Normative Theory), karena mengarah kepada pemberian suatu rekomendasi tentang gaya kepemimpinan yang sebaiknya digunakan dalam situasi tertentu. Yaitu berfokus pada tingkat partisipasi yang diperbolehkan oleh pemimpin dalam pengambilan keputusan dan seleksi pendekatan yang akan memaksimalkan manfaat yang akan didapat kelompok dan pada waktu yang bersamaan, meminimalisasi gangguan pencapaian tujuan kelompok. .

* Teori Kepemimpinan Vroom&Yetton ini merupakan salah satu teori contingency. Menurut teori ini, gaya kepemimpinan yang tepat ditentukan oleh corak persoalan yang dihadapi oleh macam keputusan yang harus diambil. Model teori ini dapat digunakan untuk :

- membantu mengenali berbagai jenis situasi pemecahan persoalan secara berkelompok ( group problem solving situation)

- menyarankan gayagaya kepemimpinan mana yang dianggap layak untuk setiap situasi. Ada tiga perangkat parameter yang penting yaitu klasifikasi gaya kepemimpinan, kriteria efektivitas keputusan, kriteria penemukenalan jenis situasi pemecahan persoalan.

2. Teori kepemimpinan Contingensi of Leadership (Fiedler)

Model teori ini dikembangkan oleh Fiedler. Model ini menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang paling efektif tergantung pada situasi yang dihadapi dan perubahan gaya bukan merupakan suatu hal yang sulit. Model ini serupa sekali dengan gaya kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard. Konsepsi kepemimpinan situasional ini melengkapi pemimpin dengan pemahaman dari hubungan antara gaya kepemimpinan yang efektif dengan tingkat kematangan (maturity) pengikutnya. Perilaku pengikut atau bawahan ini amat penting untuk mengetahui kepemimpinan situasional, karena bukan saja pengikut sebagai individu bisa menerima atau menolak pemimpinnya, akan tetapi sebagai kelompok, pengikut dapat menentukan kekuatan pribadi apapun yang dimiliki pemimpin. Teori-teori kontingensi berasumsi bahwa berbagai pola perilaku pemimpin (atau ciri) dibutuhkan dalam berbagai situasi bagi efektivitas kepemimpinan.

Model ini menyatakan bahwa keefektifan suatu kelompok bergantung pada :

- hubungan dan interaksi pemimpin dengan bawahannya

- sejauh mana pemimpin mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi.

Dalam hal yang pertama yaitu hubungan dan interaksi pemimpin dengan bawahanya dapat dinilai dengan kuesioner LPC ( Least Prefered Coworker ). Skor pada Lpc ini dapat digunakan untuk mengidenfikasikan Gaya Kepemimpinan (jarak psikologis antara pemimpin dengan bawahan, apakah pemimpin berorientasi pada tugas / hubungan).

- Jika skor LPC Tinggi, maka pemimpin berorientasi pada hubungan ( relationship oriented )

- Jika skor LPC Rendah, maka pemmpin berorientasi pada tugas ( task oriented )

Sedangkan untuk hal yang kedua yaitu sejauh mana pemimpin mengendalikan dan mempengaruhi suatu situasi , ditentukan oleh tiga variabel situasi :

1. Hubungan Pemimpin – Anggota ( Leader – Member Relations )

2. Struktur Tugas ( Task Structure )

3. Kekuasaan Kedudukan ( Position Power )

Dari skor LPC dan situasi dapat disimpulkan bahwa :

- Pemimpin dengan skor LPC Rendah ( Pemimpin yang berorientasi pada tugas) dapat berhasil dalam situasi kelompok yang menguntungkan maupun yang tidak menguntungkan

- Pemimpin dengan skor LPC Tinggi ( Pemimpin yang berorientasi pada hubungan ) dapat berhasil dalam situasi kelompok yang moderat derajat keuntungannya

LPC Contingency Model dari Fiedler berhubungan dengan pengaruh yang melunakkan dari tiga variabel situasional pada hubungan antara suatu ciri pemimpin (LPC) dan kinerja pengikut. Menurut model ini, para pemimpin yang berskor LPC tinggi adalah lebih efektif untuk situasi-situasi yang secara moderat menguntungkan, sedangkan para pemimpin dengan skor LPC rendah akan lebih menguntungkan baik pada situasi yang menguntungkan maupun tidak menguntungkan. Leader Member Exchange Theory menjelaskan bagaimana para pemimpin mengembangkan hubungan pertukaran dalam situasi yang berbeda dengan berbagai pengikut. Hersey and Blanchard Situasional Theory lebih memusatkan perhatiannya pada para pengikut. Teori ini menekankan pada perilaku pemimpin dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya dan hubungan pemimpin pengikut.

Leader Participation Model menggambarkan bagaimana perilaku pemimpin dalam proses pengambilan keputusan dikaitkan dengan variabel situasi. Model ini menganalisis berbagai jenis situasi yang mungkin dihadapi seorang pemimpin dalam menjalankan tugas kepemimpinannya. Penekanannya pada perilaku kepemimpinan seseorang yang bersifat fleksibel sesuai dengan keadaan yang dihadapinya.

Fiedler memperkenalkan tiga variabel yaitu:

- Task structure : keadaan tugas yang dihadapi apakah structured task atau unstructured task

- Leader-member relationship : hubungan antara pimpinan dengan bawahan, apakah kuat (saling percaya, saling menghargai) atau lemah.

- Position power : ukuran aktual seorang pemimpin, ada beberapa power yaitu:

  • legitimate power : adanya kekuatan legal pemimpin
  • reward power : kekuatan yang berasal imbalan yang diberikan pimpinan
  • coercive power : kekuatan pemimpin dalam memberikan ancaman
  • expert power : kekuatan yang muncul karena keahlian pemimpinnya
  • referent power : kekuatan yang muncul karena bawahan menyukai pemimpinnya
  • information power : pemimpin mempunyai informasi yang lebih dari bawahannya.

Dari hasil penelitian, Fiedler menyimpulkan bahwa pendekatan yang berorientasikan tugas lebih efektif bila kondisi kelompok sangat menguntungkan (pemimpin baik/hubungan kelompok baik, posisi pemimpin kuat, dan struktur buruk/relasi kelompok buruk , posisi pemimpin lemah dan tugas yang tidak jelas). Kepemimpinan yang berorientasi kelompok lebih disukai/baik bila kondisi relatif stabil, yang dengan demikian perhatian dapat dicurahkan pada preservasi relasi kelompok, upaya pencegahan konflik, dan pekerjaan yang tidak efisien yang kemudian dapat membuat keadaan kelompok menjadi tidak harmonis.

3. PATH-GOAL THEORY

Robert House mengemukakan Path- Goal Theory yang menyaring elemen-elemen dari penelitian Ohio State tentang kepemimpinan pada inisiating structure dan consideration serta teori pengharapan motivasi. Teori ini menjelaskan bahwa efektivitas seorang pemimpin didasarkan atas kemampuannya di dalam menimbulkan kepuasan dan motivasi para anggota kelompok, dengan menggunakan rancangan insentif untuk penghargaan dan hukuman bagi mereka yang berhasil atau gagal dalam mencapai tujuan kelompok. Untuk mencapai tujuan tersebut seorang pemimpin diwajibkan untuk menggunakan perilaku kepemimpinan yang berbeda sesuai dengan tuntutan situasi. Perilaku pemimpin akan diterima oleh anggota kelompok sejauh mereka menganggap itu sebagai sumber kepuasan langsng atau kepuasan pada masa yang akan datang.

Robert House memulai teorinya dengan formulasi awal sebagai berikut : Fungsi motivasi pemimpin terdiri dari peningkatan imbalan pribadi kepada bawahan atas pencapaian tugasnya, membuat jalan yang lebih mudah untuk mendapatkan imbalan tersebut, dengan memberi penjelasan, mengurangi hambatan, dan meningkatkan peluang untuk mendapatkan kepuasan pribadi.

Untuk pengujian pernyataan ini, Robert House mengenali empat perilaku pemimpin. Pemimpin yang berkarakter directive-leader, supportive leader, participative leader dan achievement-oriented leader. Berlawanan dengan pandangan Fiedler tentang perilaku pemimpin, House berasumsi bahwa pemimpin itu bersifat fleksibel. Teori path-goal mengimplikasikan bahwa pemimpin yang sama mampu menjalankan beberapa atau keseluruhan perilaku yang bergantung pada situasi.

* Kepemimpinan pengarah (directive leadership)

Pemimpinan memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberitahukan jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta memberikan bimbingan/arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan tugas tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi dan pengawasan.

* Kepemimpinan pendukung (supportive leadership)

Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan tentang keberadaan mereka, status, dan kebutuhan-kebutuhan pribadi, sebagai usaha untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang menyenangkan di antara anggota kelompok. Kepemimpinan pendukung (supportive) memberikan pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan pada saat mereka sedang mengalami frustasi dan kekecewaan.

* Kepemimpinan partisipatif (participative leadership)

Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-saran dan ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan partisipatif dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan.

* Kepemimpinan berorientasi prestasi (achievement-oriented leadership)

Gaya kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin serta terus menerus mencari pengembangan prestasi dalam proses pencapaian tujuan tersebut.

Dengan menggunakan salah satu dari empat gaya di atas, dan dengan memperhitungkan faktor-faktor seperti yang diuraikan tersebut, seorang pemimpin harus berusaha untuk mempengaruhi persepsi para karyawan atau bawahannya dan mampu memberikan motivasi kepada mereka, dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pencapaian tujuan, kepuasan kerja dan pelaksanaan kerja yang efektif. Model kepemimpinan path-goal berusaha meramalkan efektivitas kepemimpinan dalam berbagai situasi. Menurut model ini, pemimpin menjadi efektif karena pengaruh motivasi mereka yang positif, kemampuan untuk melaksanakan, dan kepuasan pengikutnya. Teorinya disebut sebagai path-goal karena memfokuskan pada bagaimana pimpinan mempengaruhi persepsi pengikutnya pada tujuan kerja, tujuan pengembangan diri, dan jalan untuk menggapai tujuan.Teori Pengharapan (Expectancy Theory) menjelaskan bagaimana sikap dan perilaku individu dipengaruhi oleh hubungan antara usaha dan prestasi (path-goal) dengan valensi dari hasil (goal attractiveness). Individu akan memperoleh kepuasan dan produktif ketika melihat adanya hubungan kuat antara usaha dan prestasi yang mereka lakukan dengan hasil yang mereka capai dengan nilai tinggi. Model path-goal juga mengatakan bahwa pimpinan yang paling efektif adalah mereka yang membantu bawahan mengikuti cara untuk mencapai hasil yang bernilai tinggi.

Model path-goal menganjurkan bahwa kepemimpinan terdiri dari dua fungsi dasar :

1. Fungsi Pertama; adalah memberi kejelasan alur. Maksudnya, seorang pemimpin harus mampu membantu bawahannya dalam memahami bagaimana cara kerja yang diperlukan di dalam menyelesaikan tugasnya.

2. Fungsi Kedua; adalah meningkatkan jumlah hasil (reward) bawahannya dengan memberi dukungan dan perhatian terhadap kebutuhan pribadi mereka.

Terdapat dua faktor situasional yang diidentifikasikan kedalam model teori path-goal, yaitu: personal characteristic of subordinate and environmental pressures and demmand.

1. Karakteristik Bawahan

Pada faktor situasional ini, teori path-goal memberikan penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bisa diterima oleh bawahan jika para bawahan melihat perilaku tersebut akan merupakan sumber yang segera bisa memberikan kepuasan atau sebagai suatu instrumen bagi kepuasan-kepuasan masa depan. Karakteristik bawahan mencakup tiga hal, yakni:

a) Letak Kendali (Locus of Control)

Hal ini berkaitan dengan keyakinan individu sehubungan dengan penentuan hasil. Individu yang mempunyai letak kendali internal meyakini bahwa hasil (reward) yang mereka peroleh didasarkan pada usaha yang mereka lakukan sendiri. Sedangkan mereka yang cenderung letak kendali eksternal meyakini bahwa hasil yang mereka peroleh dikendalikan oleh kekuatan di luar kontrol pribadi mereka. Orang yang internal cenderung lebih menyukai gaya kepemimpinan yang participative, sedangkan eksternal umumnya lebih menyenangi gaya kepemimpinan directive.

b) Kesediaan untuk Menerima Pengaruh (Authoritarianism)

Kesediaan orang untuk menerima pengaruh dari orang lain. Bawahan yang tingkat authoritarianism yang tinggi cenderung merespon gaya kepemimpinan yang directive, sedangkan bawahan yang tingkat authoritarianism rendah cenderung memilih gaya kepemimpinan partisipatif.

c) Kemampuan (Abilities)

Kemampuan dan pengalaman bawahan akan mempengaruhi apakah mereka dapat bekerja lebih berhasil dengan pemimpin yang berorientasi prestasi (achievement-oriented) yang telah menentukan tantangan sasaran yang harus dicapai dan mengharapkan prestasi yang tinggi, atau pemimpin yang supportive yang lebih suka memberi dorongan dan mengarahkan mereka. Bawahan yang mempunyai kemampuan yang tinggi cenderung memilih gaya kepemimpinan achievement oriented, sedangkan bawahan yang mempunyai kemampuan rendah cenderung memilih pemimpin yang supportive.

2. Karakteristik Lingkungan

Pada faktor situasional ini path-goal menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan menjadi faktor motivasi terhadap para bawahan, jika:

a) Perilaku tersebut akan memuaskan kebutuhan bawahan sehingga akan memungkinkan tercapainya efektivitas dalam pelaksanaan kerja.

b) Perilaku tersebut merupakan komplimen dari lingkungan para bawahan yang dapat berupa pemberian latihan, dukungan dan penghargaan yang diperlukan untuk mengidentifikasikan pelaksanaan kerja.

* Karakteristik lingkungan terdiri dari tiga hal, yaitu:

- Struktur Tugas

Struktur kerja yang tinggi akan mengurangi kebutuhan kepemimpinan yang direktif.

- Wewenang Formal

Kepemimpinan yang direktif akan lebih berhasil dibandingkan dengan participative bagi organisasi dengan strktur wewenang formal yang tinggi

- Kelompok Kerja

Kelompok kerja dengan tingkat kerjasama yang tinggi kurang membutuhkan kepemimpinan supportive.

Kamis, 22 Oktober 2009

leadership teori x&y dan teori 4 sistem

TUGAS PSIKOLOGI MANAJEMEN

“LEADERSHIP”

“TEORI X & Y DAN TEORI 4 SISTEM”

NAMA KELOMPOK

AGENG RIYADI 10507006

ARDANI 10507022

M. ABRIANTO 10507290

PANJI AGUNG 10507277

1) Teori X dan teori Y - Douglas Mc Gregor (1906-1964)

Teori X melihat karyawan dari segi pessimistik, manajer hanya mengubah kondisi kerja dan mengektifkan penggunaan rewards & punishment untuk meningkatkan produktivitas karyawan. Teori Y melihat karyawan dari segi optimistik, manajer perlu melakukan pendekatan humanistik kepada karyawan, menantang karyawan untuk berprestasi, mendorong pertumbuhan pribadi, mendorong kinerja.

A) Teori X

· Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia.
Sumber daya manusia saat ini dianggap paling berharga dan memiliki peranan yang sangat penting dalam keberadaan serta kelangsungan hidup suatu perusahaan. Sebuah organisasi tidak mungkin ada tanpa manusia, karena manusia merupakan elemen yang selalu dijumpai dalam setiap organisasi dan mempunyai dampak langsung pada kesejahteraan perusahaan.
Seberapa baik sumber daya manusia dikelola akan menjadi hal yang makin penting bagi kesuksesan perusahaan di masa mendatang. Pengelolaan sumber daya manusia yang baik dengan sendirinya akan menjadi bagian yang sangat penting dari tugas manajemen perusahaan, sebaliknya jika pengelolaan sumber daya manusia kurang baik maka efektivitas kerjanya akan menurun. Dengan demikian semakin pentingnya memahami sumber daya manusia yang baik akan sangat mempengaruhi proses pencapaian tujuan perusahaan.
Jika kita perhatikan Manajemen sumber daya manusia mengandung dua pengertian utama yaitu pengertian manajemen dan pengertian sumber daya manusia. Manajemen mengandung pengertian sebagai suatu proses pencapaian tujuan yang dilakukan dengan menggunakan bantuan sumber daya manusia, sedangkan sumber daya manusia merupakan salah satu sumber daya yang melakukan aktivitas.

· Tujuan dan Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Dengan memahami fungsi manajemen, maka akan memudahkan pula untuk memahami fungsi manajemen sumber daya manusia yang selanjutnya akan memudahkan kita dalam mengidentifikasi tujuan manajemen sumber daya manusia.
Tujuan manajemen sumber daya manusia adalah meningkatkan kontribusi produktif orang-orang yang ada dalam perusahaan melalui sejumlah cara yang bertanggung jawab secara strategis, etis dan sosial.
Tujuan akhir yang ingin dicapai suatu perusahaan pada dasarnya adalah :
1. Peningkatan efisiensi
2. Peningkatan efektivitas
3. Peningkatan produktivitas
4. Rendahnya tingkat absensi karyawan
5. Rendahnya tingkat perpindahan pegawai
6. Tingginya kepuasan kerja karyawan
7. Tingginya kualitas pelayanan
8. Rendahnya complain dari pelanggan
9. Meningkatnya bisnis perusahaan.

· Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia adalah tugas-tugas yang dilakukan oleh Manajemen Sumber Daya Manusia dalam rangka menunjang tugas manajemen perusahaan menjalankan roda organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

B) Teori Y

· Manajemen Sumber Daya Manusia memiliki fungsi-fungsi pokok yang sama dengan fungsi manajemen dengan penerapan di bidang Sumber Daya Manusia sebagai berikut:
a) Fungsi Perencanaan
Melaksanakan tugas dalam perencanaan kebutuhan, pengadaan, pengembangan, dan pemeliharaan sumber daya manusia.
b) Fungsi Pengorganisasian
Menyusun suatu organisasi dengan mendesain struktur dan hubungan antara tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh tenaga kerja yang dipersiapkan.
c) Fungsi Pengarahan
Memberikan dorongan untuk menciptakan kemauan kerja yang dilaksanakan secara efektif dan efisien

d) Fungsi Pengendalian
Melakukan pengukuran-pengukuran antara kegiatan yang dilakukan dengan standar-standar yang telah ditetapkan, khususnya di bidang tenaga kerja.

· Di samping fungsi-fungsi pokok, Manajemen Sumber Daya Manusia memiliki beberapa fungsi-fungsi operasional. Fungsi operasional Manajemen Sumber Daya Manusia meliputi:

· Fungsi Pengadaan (Procurement), yang di dalamnya meliputi sub fungsi :

a) Perencanaan Sumber Daya Manusia
Dalam perencanaan sumber daya manusia (Human Resources Planning/Man Power Planning) dilakukan penentuan kebutuhan tenaga kerja baik secara kuantitatif maupun kualitatif, serta cara memenuhi kebutuhan tenaga kerja itu.
b) Penarikan Calon Tenaga Kerja
Penarikan calon tenaga kerja (Recruitment) ini berupa usaha menarik sebanyak mungkin calon-calon tenaga kerja yang memenuhi persyaratan yang dibutuhkan dari sumber-sumber tenaga kerja yang tersedia.
c) Seleksi
Seleksi (Selection) merupakan proses pemilihan tenaga kerja dari sejumlah calon tenaga kerja yang dapat dikumpulkan melalui proses penarikan calon tenaga kerja.
d) Penempatan
Penempatan tenaga kerja (Placement) yang terpilih pada jabatan yang ditentukan.
e) Pembekalan
Pembekalan dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada tenaga kerja terpilih tentang deskripsi jabatan, kondisi kerja dan peraturan organisasi.

· Fungsi Pengembangan (Development), yang di dalamnya meliputi sub fungsi:
a) Pelatihan dan Pengembangan
Pelatihan dan pengembangan tenaga kerja dilakukan dengan mengikutsertakan tenaga kerja tersebut dalam program pelatihan dan program pengembangan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan seorang tenaga kerja, sehingga mampu menyesuaikan atau mampu mengikuti perkambangan kebutuhan organisasi.
b) Pengembangan karier.
Pengembangan karier meliputi kegiatan-kegiatan yang menyangkut pengembangan karier seorang tenaga kerja, baik dalam bentuk kenaikan pangkat maupun mutasi jabatan.

2) Teori sistem 4

· Sistem konsultatif,

Kepemimpinan tipe ini masih memberikan instruksi yang cukup besar serta penetapan keputusan-keputusan dilakukan oleh pemimpin. Bedanya adalah bahwa tipe konsultatif ini menggunakan komunikasi dua arah dan memberikan suportif terhadap bawahan mendengar keluhan dan perasaan bawahan tentang keputusan yang diambil. Sementara bantuan ditingkatkan, pengawasan atas pelaksanaan keputusan tetap pada pemimpin.

Ciri-cirinya :

ü Pemimpin memberikan baik pengarahan maupun dukungan tinggi.

ü Pemimpin mengadakan komunikasi dua arah dan berusaha mendengarkan perasaan, gagasan, dan saran bawahan.

ü Pengawasan dan pengambilan keputusan tetap pada pemimpin.

· Sistem partisipatif,

sebab kontrol atas pemecahan masalah dan pengambilan keputusan seimbang antara pemimpin dan bawahan, pemimpin dan bawahan sama-sama terlibat dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Komunikasi dua arah makin bertambah frekuensinya, pemimpin makin mendengarkan secara intensif terhadap bawahannya. Keikutsertaan bawahan untuk memecahkan masalah dan mengambil keputusan makin banyak, sebab pemimpin berpendapat bahwa bawahan telah memiliki kecakapan dan pengetahuan yang cukup luas untuk menyelesaikan tugas.

Ciri-cirinya :

Ø Pemimpin memberikan dukungan tinggi dan sedikit/rendah pengarahan.

Ø Posisi kontrol atas pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dipegang secara berganti antara pemimpin dan bawahan.

Ø Komunikasi dua arah ditingkatkan.

Ø Pemimpin mendengarkan bawahan secara aktif.

Ø Tanggung jawab pemecahan masalah dan pengambilan keputusan sebagian besar pada bawahan.

  • Sistem exploitative-authoritative (sistem penguasa pemeras)

Sistem ini menunjukkan bahwa pemimpin bersifat sangat otokrasi, sedikit kepercayaan terhadap bawahan dan bersifat paternalistik. Bawahan diberi motivasi dengan cara ditakut-takuti dan memberi hukuman. Sistem komunikasi cenderung berbentuk komunikasi ke bawah.

  • Sistem benevolent-authoritative (sistem penguasa pemurah)

Dalam sistem manajemen ini, pemimpin memiliki kepercayaan yang terselubung dengan bawahan. Motivasi terhadap bawahan dengan cara diberi hadiah, menakuti-nakuti, dan pemberian hukuman. Pemimpin sudah memperbolehkan komunikasi ke atas (up-ward communication), mendengarkan pendapat bawahan, serta melimpahkan wewenang pengambilan keputusan.

Sabtu, 17 Oktober 2009

Macam-macam kekuasaan menurut French & Raven

Tugas Psikologi Manajemen

KEKUASAAN MENURUT FRENCH & RAVEN

Nama : Ardani

Npm : 10507022

Kelas : 3 PA 05

1. Coercive Power : Kekuasaan yang bersifat negatif atau kuasa dendaan. ini biasanya berbentuk hukuman.

Contoh penerapannya dalam kehidupan sehari-hari yaitu anak buah yang menerima hukuman PUSH UP dari atasannya dan anak buahnya tersebut melaksanakan hukuman dari atasannya itu karena merasa takut apabila menentang atasannya tersebut. Perilaku yang dilakukan oleh anak buahnya itu masuk ke dalam teori Obedience yaitu perilaku yang didasarkan atas tuntutan dari seseorang secara langsung untuk melakukan sesuatu.

2. Insentif Power : Kekuasaan yang bersifat positif dan berdasarkan kemampuan untuk membagikan imbalan sebagai hadiah bagi orang lain dan tidak hanya berupa uang (tidak hanya bersifat materialistis)

Contoh penerapannya dalam kehidupan sehari-hari yaitu Seorang karyawan kontrak di suatu perusahaan swasta yang prestasi kerjanya setiap tahun meningkat sehingga mendapatkan imbalan dari atasannya berupa kenaikan status menjadi karyawan tetap di perusahaan itu.

3. Legitimate Power : Kekusaan yang diterima hasil dari seseorang karena masuk ke dalam suatu organisasi & memiliki wewenang/sah.

Contoh penerapannya dalam kehidupan sehari-hari yaitu Polisi lalu lintas yang menilang para pengguna kendaraan bermotor yang tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas.

4. Expert Power : Kekuasaan yang berdasarkan atas keahlian khusus atau pengetahuan yang dimiliki seseorang

Contoh penerapannya dalam kehidupan sehari-hari yaitu Karena saya mengetahui bahwa Kakak saya memiliki pengetahuan dan keahlian dalam bidang otomotif sehingga apabila ada keluhan pada motor saya, saya akan memberitahu Kakak saya tentang keluhan itu.

5. Refferent Power : Kekuasaan yang didapat berdasarkan atas kepemilikan sumber daya atau ciri pribadi yang dimiliki oleh seseorang.

Contoh penerapannya dalam kehidupan sehari-hari yaitu Para fans grup band SLANK rela untuk berjoget-joget sambil berteriak mengikuti alunan musik walaupun di bawah terik panas matahari demi idolanya itu

Jumat, 09 Oktober 2009

Kekuasaan dapat mempengaruhi perilaku

Tugas Psikologi Manajemen

KEKUASAAN

Nama : Ardani

Npm : 10507022

Kelas : 3 PA 05

1. Wewenang merupakan unsur kekuasaan yang resmi dan memiliki tanda legitimasi.

· Contoh penerapannya di kehidupan sehari-hari yaitu waktu saya telat datang praktikum psikodiagnostika lalu koordinator aslab praktikum tidak mengizinkan saya untuk mengikuti praktikum dikarenakan telat. Kemudian saya diberikan kesempatan untuk mengikuti praktikum di shift yang ke 2. Karena koordinator memiliki wewenang resmi dari pihak kampus sebagai koordinator praktikum maka ia berhak untuk mengizinkan saya mengikuti praktikum atau tidak. Mengetahui hal itu saya pun pulang ke rumah dan akan kembali ke kampus untuk mengikuti praktikum pada shift ke 2.

· Teori seperti ini masuk ke dalam teori psikologi sosial yaitu Obedience, perilaku obedience ini yaitu perilaku patuh karena adanya tuntutan dari pihak yang memiliki kekuasaan tertentu sehingga perilaku seseorang merespon karena adanya permintaan langsung atau tuntutan.

2. Paksaan, ancaman, ataupun tekanan merupakan unsur dari kekuasaan yang bersifat ilegal atau tidak resmi.

· Contoh penerapannya di kehidupan sehari-hari yaitu waktu saya masih SD (Sekolah Dasar), saya bertemu dengan remaja yang jelas dari ukuran fisiknya lebih besar dari tubuh saya. Sewaktu itu saya sedang berjalan tiba-tiba remaja tersebut menghadang jalan lalu ia meminta uang (memalak) kepada saya. Karena saya takut dengan perilaku remaja tersebut saya pun memberikannya uang agar saya merasa aman dari gangguannya.

· Teori ini masuk dalam teori Obedience, karena remaja tersebut meminta (memalak) sebagai bentuk premanisme dan bersifat ancaman bagi diri saya.

3. Manipulatif merupakan unsur kekuasaan yang bersifat licik dengan cara menipu orang lain agar merasa tertarik.

· Penerapannya dalam kehidupan sehari-hari yaitu seseorang yang ingin memiliki suatu pekerjaan namun ijazah akademik sebagai persyaratan tidak memenuhi sehingga mengambil jalan pintas dengan membeli ijazah palsu agar memenuhi syarat lalu bisa mendapatkan pekerjaan yang diinginkannya sehingga pihak perusahaan tempat dimana seseorang itu melamar akan menerimannya sebagai karyawan baru di perusahaannya tersebut.

4. Kerjasama merupakan unsur kekuasaan yang bersifat kelompok sehingga

mempermudah untuk merubah perilaku seseorang.

· Contoh penerapannya dalam kehidupan sehari-hari yaitu EO (event organizer) yang bekerja sama dengan pelanggannya untuk membuat konsep suatu acara yang ingin dibuat. Dengan bekerjasama akan merubah perilaku satu sama lain untuk keberhasilan acara tersebut.

5. Penilaian prestasi kerja meupakan unsur kekuasaan yang berdasarkan prestasi yang

dimiliki seseorang sehingga dapat mempengaruhi perilaku individu lainnya.

· Contoh penerapannya dalam kehidupan sehari-hari yaitu seorang atasan

yang memperhatikan kinerja bawahannya sehingga bawahannya tersebut

meningkatkan kualitas kerjanya.